Sabtu, 26 Januari 2008

TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN TUNA

 
Teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan sumber daya tuna disesuaikan dengan sifat dan tingkah laku ikan sasaran. Tuna merupakan ikan perenang cepat yang bergerombol. Oleh karena itu, alat penangkap ikan yang digunakan haruslah yang sesuai dengan perilaku ikan tersebut. Ada lima macam alat penangkap tuna, yaitu rawai tuna, huhate, handline. pukat cincin, dan jaring insang.

Rawai tuna (tuna longllne)
Rawai tuna atau tuna longline adalah alat penangkap tuna yang paling efektif. Rawai tuna merupakan rangkaian sejumlah pancing yang dioperasikan sekaligus. Satu tuna longliner biasanya mengoperasikan 1.000 - 2.000 mata pancing untuk sekali turun.

Rawai tuna umumnya dioperasikan di laut lepas atau mencapai perairan samudera. Alat tangkap ini bersifat pasif, menanti umpan dimakan oleh ikan sasaran. Setelah pancing diturunkan ke perairan, lalu mesin kapal dimatikan. sehingga kapal dan alat tangkap akan hanyut mengikuti arah arus atau sering disebut drifting. Drifting berlangsung selama kurang lebih empat jam. Selanjutnya mata pancing diangkat kembali ke atas kapal.

Umpan longline harus bersifat atraktif. misalnya sisik ikan mengkilat, tahan di dalam air, dan tulang punggung kuat. Umpan dalam pengoperasian alat tangkap ini berfungsi sebagai alat pemikat ikan. Jenis umpan yang digunakan umumnya ikan pelagis kecil, seperti lemuru (Sardinella sp.), layang (Decopterus sp.), kembung (Rastrelliger sp.), dan bandeng (Chanos chanos).

Huhate (pole and line)
Huhate atau pole and line khusus dipakai untuk menangkap cakalang. Tak heran jika alat ini sering disebut “pancing cakalang”. Huhate dioperasikan sepanjang siang hari pada saat terdapat gerombolan ikan di sekitar kapal. Alat tangkap ini bersifat aktif. Kapal akan mengejar gerombolan ikan. Setelah gerombolan ikan berada di sekitar kapal, lalu diadakan pemancingan.

Terdapat beberapa keunikan dari alat tangkap huhate. Bentuk mata pancing huhate tidak berkait seperti lazimnya mata pancing. Mata pancing huhate ditutupi bulu-bulu ayam atau potongan rafia yang halus agar tidak tampak oleh ikan. Bagian haluan kapal huhate mempunyai konstruksi khusus, dimodifikasi menjadi lebih panjang, sehingga dapat dijadikan tempat duduk oleh pemancing. Kapal huhate umumnya berukuran kecil. Di dinding bagian lambung kapal, beberapa cm di bawah dek, terdapat sprayer dan di dek terdapat beberapa tempat ikan umpan hidup. Sprayer adalah alat penyemprot air.

Pemancingan dilakukan serempak oleh seluruh pemancing. Pemancing duduk di sekeliling kapal dengan pembagian kelompok berdasarkan keterampilan memancing.

Pemancing I adalah pemancing paling unggul dengan kecepatan mengangkat mata pancing berikan sebesar 50-60 ekor per menit. Pemaneing I diberi posisi di bagian haluan kapal, dimaksudkan agar lebih banyak ikan tertangkap.

Pemancing II diberi posisi di bagian lambung kiri dan kanan kapal. Sedangkan pemancing III berposisi di bagian buritan, umumnya adalah orang-orang yang baru belajar memancing dan pemancing berusia tua yang tenaganya sudah mulai berkurang atau sudah lamban. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pemancingan dilakukan jangan ada ikan yang lolos atau jatuh kembali ke perairan, karena dapat menyebabkan gerombolan ikan menjauh dari sekitar kapal.

Umpan yang digunakan adalah umpan hidup, dimaksudkan agar setelah ikan umpan dilempar ke perairan akan berusaha kembali naik ke permukaan air. Hal ini akan mengundang cakalang untuk mengikuti naik ke dekat permukaan. Selanjutnya dilakukan penyemprotan air melalui sprayer. Penyemprotan air dimaksudkan untuk mengaburkan pandangan ikan, sehingga tidak dapat membedakan antara ikan umpan sebagai makanan atau mata pancing yang sedang dioperasikan. Umpan hidup yang digunakan biasanya adalah teri (Stolephorus spp.).

Pancing ulur (handline)
Handline atau pancing ulur dioperasikan pada siang hari. Konstruksi pancing ulur sangat sederhana. Pada satu tali pancing utama dirangkaikan 2-10 mata pancing secara vertikal. Pengoperasian alat ini dibantu menggunakan rumpon sebagai alat pengumpul ikan. Pada saat pemancingan, satu rumpon dikelilingi oleh lima unit kapal, masing-masing kapal berisi 3-5 orang pemancing. Umpan yang digunakan adalah ikan segar yang dipotong-potong. Hasil tangkapan utama pancing ulur adalah tuna (Thunnus spp.).

Pukat cincin (purse seine)


Pukat cincin atau purse seine adalah sejenis jaring yang di bagian bawahnya dipasang sejumlah cincin atau gelang besi. Dewasa ini tidak terlalu banyak dilakukan penangkapan tuna menggunakan pukat cincin, kalau pun ada hanya berskala kecil.

Pukat cincin dioperasikan dengan cara melingkarkan jaring terhadap gerombolan ikan. Pelingkaran dilakukan dengan cepat, kemudian secepatnya menarik purse line di antara cincin-cincin yang ada, sehingga jaring akan membentuk seperti mangkuk. Kecepatan tinggi diperlukan agar ikan tidak dapat meloloskan diri. Setelah ikan berada di dalam mangkuk jaring, lalu dilakukan pengambilan hasil tangkapan menggunakan serok atau penciduk.

Pukat cincin dapat dioperasikan siang atau malam hari. Pengoperasian pada siang hari sering menggunakan rumpon atau payaos sebagai alat bantu pengumpul ikan. Sedangkan alat bantu pengumpul yang sering digunakan di malam hari adalah lampu, umumnya menggunakan lampu petromaks.

Gafa et al. (1987) mengemukakan bahwa payaos selain berfungsi sebagai alat pengumpul ikan juga berfungsi sebagai penghambat pergerakan atau ruaya ikan, sehingga ikan akan berada lebih lama di sekitar payaos. Uktolseja (1987) menyatakan bahwa payaos dapat menjaga atau membantu cakalang tetap berada d lokasi pemasangannya selama 340 hari.

Jaring insang (gillnet)
Jaring insang merupakan jaring berben tuk empat persegi panjang dengan ukuran mata yang sama di sepanjang jaring. Dinamakan jaring insang karena berdasarkar cara tertangkapnya, ikan terjerat di bagian insangnya pada mata jaring. Ukuran ikan yang tertangkap relatif seragam.

Pengoperasian jaring insang dilakuka secara pasif. Setelah diturunkan ke perairan, kapal dan alat dibiarkan drifting, umumnya berlangsung selama 2-3 jam. Selanjutnya dilakukan pengangkat jaring sambil melepaskan ikan hasil tangkapan ke palka.

Sumber: Gema Mina Ditjen Perikanan Tangkap

Jumat, 25 Januari 2008

Kepiting Makassar Melanglang Buana

Oleh trubuson
 
Kepiting lolos sortir itu ditimbang, lalu dicuci bersih. Seutas tali rafia dililitkan untuk mengikat kedua capitnya. Mereka kemudian ditempatkan di kotak styrofoam yang dasarnya sudah diberi pecahan es batu. Begitu penuh, boks ditutup rapat. Sepuluh jam kemudian biota laut itu tiba di Hongkong. Itulah aktivitas setiap pagi buta di CV Hokky Seafood di Makassar, Sulawesi Selatan.

Hongkong hanya salah satu negara tujuan ekspor dari eksportir kepiting terbesar di Kota Angin Mamiri itu. Anggota keluarga Crustaceae itu juga dikirim ke Taiwan, China, Singapura, Thailand, bahkan negara serumpun Malaysia. Umumnya di negara-negara itu komunitas Tionghoa menjadi konsumen terbesar.

Menurut Hengky Yanto, pemilik CV Hokky Seafood, volume pengiriman terbesar ke negeri Tirai Bambu. Hampir 60% dari total ekspor sebesar 5-10 ton/hari

ditujukan untuk negara berpenduduk

1,3-miliar itu. 'Hampir 20% masyarakat di sana gemar menyantap kepiting,' ujarnya. Harap mafhum budaya makan kepiting di China cukup tinggi lantaran kepercayaan bahwa makan kepiting menyehatkan dan mencerdaskan.

Benarkah? Laporan lembaga perikanan Australia, Fisheries Research and Development Corporation menyebutkan dalam 100 g daging kepiting mengandung 22 mg omega 3 (EPA), 58 mg omega 3 (DHA), dan 15 mg omega 6 (AA). Ketiga senyawa itu memang berkhasiat sebagai pemacu kecerdasan anak.
Beragam ukuran

Tingginya intensitas ekspor dimulai pada November. Saat itu di negara tujuan banyak berlangsung acara pernikahan. Tamu-tamu akan berdatangan bila menu yang disuguhkan adalah kepiting. 'Itu menjadi simbol penghormatan bagi tamu,' ungkap Hengky.

Saat itu total jenderal volume ekspor mencapai 8-10 ton/hari dan berlangsung sampai April. Permintaan terbesar itu terjadi sebelum Imlek. Saking banyaknya proses pengemasan memakan waktu hingga 24 jam. Permintaan setinggi itu terpenuhi berkat kondisi alam yang mendukung. 'Saat itu musim hujan yang membuat plankton dan udang kecil, pakan kepiting, berlimpah. Bobot kepiting meningkat dan produksinya lebih banyak,' tutur pria 51 tahun itu.

Jumlah pengiriman menurun pada Mei-Oktober. 'Setiap hari hanya 200-500 kg,' ujar Tabran, manajer operasional. Terlebih pada 13 Agustus-13 Sepetember pengiriman ke China sama sekali tidak ada. 'Berdasarkan penanggalan China, itu bulan setan,' ucap Tabran. Meskipun begitu, harga jual tetap stabil. Untuk betina US$8-US$9/ kg setara Rp73.600-Rp82.800/kg; jantan US$10/kg setara Rp92.000 per kg.

Standar mutu yang diharapkan importir: kepiting betina harus gendong telur sebanyak 70-80% dan jantan bersosok gagah. Bagian tengah perut bawah jantan harus keras. Bila saat ditekan terasa lembek, itu artinya kepiting tidak prima. Berbeda dengan betina, tempat menyimpan telur harus lembek dan dari sana tampak warna merah. Itu menandakan betina sedang gendong telur. Syarat lain, bagian siku capit harus kencang dan lentur, tidak keriput. Keriput menandakan kepiting tidak segar. Kepiting dikirim dalam kondisi hidup.

Soal bobot, tergantung negara importir. Negeri Tirai Bambu menginginkan kepiting betina berbobot 250-500 g; jantan di atas 700 g. Saat dihidangkan dalam sebuah mangkuk berisi seekor kepiting jantan berbobot 1-2 kg dan dikelilingi betina yang lebih kecil. Adapun Malaysia mensyaratkan kepiting berbobot maksimal 500 g; Singapura, di atas 700 g.
Styrofom berlubang

Jenis yang diminta importir adalah kepiting bakau merah Scylla olivacea, bakau hijau S. serrata, dan bakau ungu kehitaman S. tranquebarica. Dua spesies yang disebut pertama didatangkan dari Bone dan Palopo, Sulawesi Selatan. Sementara kepiting ungu dari Papua. Setelah tiba di gudang pengemasan, kepiting dari ketiga daerah itu dimasukkan ke bak sepanjang 1 m x 50 cm untuk dibersihkan dari kotoran.

Selesai dibilas, kepiting langsung disortir dan ditimbang. Di sana sudah tersedia keranjang berlabelkan bobot kepiting mulai dari 250 g, 350 g, 500 g, 700 g, 800 g, dan terbesar 1.000 g. Kepiting lolos sortir dari tiap keranjang lalu dikemas dalam boks styrofoam berukuran 60 cm x 50 cm x 40 cm. Masing-masing keranjang berisi 20-25 kg. Di kiri dan kanan boks diberi 8 lubang agar kepiting cukup oksigen. Di dasar boks ditambahkan bongkahan es untuk menjaga temperatur.

Usai pengemasan, boks-boks itu diberangkatkan ke bandara menuju Jakarta. Pada pukul 05.00 WIB keesokan hari kepiting siap terbang ke negara tujuan. Empat sampai lima jam kemudian sudah tiba di Hongkong dan negara-negara lainnya. Untuk pengiriman itu Hengky harus membayar US$1,2/kg.

Kepiting-kepiting yang kurang dari ukuran ekspor dipelihara di tambak air payau seluas 6 Hektar di daerah Tanjung Merdeka, Kelurahan Tanjung Merah, Kecamatan Tamalate. Sebulan kemudian bobot kepiting sudah sesuai standar ekspor. (Lastioro Anmi Tambunan

Stok Sumberdaya Ikan dan Keberlanjutan Kegiatan Perikanan

Oleh : Eko Sri Wiyono

Bila kita membicarakan ketahanan pangan sektor perikanan, maka sesungguhnya kita sedang berbicara tentang kelestarian pemanfaatan sumberdaya ikan itu sendiri. Dan apabila kita membicarakan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya ikan maka kita juga tidak akan terlepas untuk membicarakan indikator utama pengelolaan sumberdaya ikan berkelanjutan itu, stok sumberdaya ikan. Sebagai acuan dasar pengelolaan sumberdaya ikan, stok sumberdaya ikan dibandingkan dengan jumlah total ikan hasil tangkapan yang didaratkan, untuk memprediksi besaran stok yang telah dimanfaatkan.Teror dalam Ruang Kota

Untuk kepentingan pengelolaan sumberdaya perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) telah menetapkan nilai dasar status pemanfaatan sumberdaya ikan. Hasil kajian yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa stok sumberdaya ikan di perairan Indonesia kira-kira baru dimanfaatkan sekitar 60% dari potensi yang ada, atau dengan kata lain potensi yang ada belum termanfaatkan secara optimal, sehingga masih memungkinkan untuk meningkatkan pemanfaatannya. Berangkat dari nilai prediksi tersebut, DKP kemudian mendorong upaya peningkatan produksi perikanan laut. Hal tersebut tercermin dalam salah satu target sasaran Gerakan Nasional Gerbang Mina Bahari, yang dicanangkan pemerintah beberapa waktu yang lalu. Sebagai implementasi dalam meningkatkan produksi, DKP membuka ijin usaha baru penangkapan ikan. Suatu kebijakan yang sangat kontradiksi dengan kondisi penangkapan ikan sesungguhnya di lapangan. Karena dalam beberapa kesempatan terakhir, nelayan tradisional dan pengusaha perikanan nasional sering mengeluhkan jumlah hasil tangkapannya yang semakin hari semakin menurun dan tidak sebanding lagi dengan peningkatan biaya operasional penangkapan yang semakin bertambah besar. Sebagai dampak kerugian tersebut, nelayan dan pengusaha perikanan mengurangi operasi penangkapannya bahkan banyak yang menambatkan kapalnya di pelabuhan.

Fakta tersebut menggambarkan betapa timpanganya antara kebijakan dan kenyataan di lapangan. Barangkali timbul pertanyaan dalam benak kita, “Mengapa terjadi kesenjangan antara data potensi dan kenyataan di lapangan?” Lalu pertanyaan lanjutannya, “Apakah ada yang salah dengan nilai dugaan potensi ikan kita?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah, karena kita harus memahami benar prosedur atau metodologi sekaligus kendala yang dihadapi selama pelaksanaan kegiatan pengkajian stok ikan. Mencari sumber kesalahan atau kekurangan pendugaan stok yang sudah dilakukan bukanlah hal yang sangat penting, karena yang lebih penting adalah melakukan evaluasi dan sekaligus mencari solusi perbaikan agar data dugaan potensi ikan menjadi akurat dan mendekati kondisi di lapangan.

Sebelum kita melakukan review untuk selanjutnya mencari solusi perbaikan kegiatan pengkajian stok ikan laut di Indonesia, ada baiknya jika kita mengetahui pengetahuan dasar tentang stok sumberdaya ikan.

Stok Sumberdaya Ikan

Istilah stok mungkin sudah sering kita dengar dalam berbagai makna dalam kehidupan kita. Stok ikan sesungguhnya merupakan angka yang menggambarkan suatu nilai dugaan besarnya biomas ikan berdasarkan kelompok jenis ikan dalam kurun waktu tertentu. Mengingat ikan merupakan hewan yang bersifat dinamis yang senantiasa melakukan perpindahan (migration) baik untuk mencari makan atau memijah, maka sangat sulit tentunya untuk menentukan jumlah biomasnya. Namun demikian peneliti biologi perikanan telah menghasilkan terobosan pendekatan untuk menghitung jumlah stok ikan.

Metode Pendugaan Stok Ikan

Kegiatan pendugaan stok ikan disebut sebagai fish stock assessment dan metode yang digunakan disebut stock assessment methods. Leonart (2002) menyatakan bahwa stock assessment merupakan suatu kegiatan pengaplikasian ilmu statistika dan matematika pada sekelompok data untuk mengetahui status stok ikan secara kuantitatif untuk kepentingan pendugaan stok ikan dan alternatif kebijakan ke depan.

Secara umum kegiatan pendugaan stok ikan dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok utama yaitu :

1. Metode Tidak Langsung (Indirect), yang terdiri dari a) pendekatan analitik, dan b) pendakatan Production Model,
2. Metode Survei (Survey), yaitu pengkajian stok sumberdaya ikan yang dilakukan dengan melakukan survey di lapangan, seperti dengan alat bottom trawl, akustik (Echo Sounder), metode produksi telur harian (Daily Egg Production Method) dan pencacahan langsung dengan penyelaman.
3. Metoda penandaan (Marking), yaitu pengkajian stok yang dilakukan dengan cara memberikan tanda (tag) pada ikan kajian.
4. Pendekatan ekologi (Ecological Approach), metode ini merupakan pengembangan metode tidak langsung yang mengkaitkan pengaruh interaksi biologi antar jenis (ekologi dan teknologi) pada perikanan multijenis.

Pengkajian Stok Ikan di Indonesia

Pengkajian stok ikan di Indonesia, selama ini dilakukan oleh Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut. Berdasarkan informasi dari Komisi Nasional Pengkajian Stok sumberdaya Ikan Laut (1998) pengkajian stok ikan di Indonesia dilakukan dengan 6 metode pendekatan, yaitu sensus/transek, swept area, akustik, surplus production, tagging dan ekstra/intra-polasi.

1. Metoda sensus atau transek digunakan untuk mengkaji stok ikan yang sifatnya tidak bergerak dengan cepat, seperti ikan hias dan ikan karang.
2. Metoda swept area digunakan untuk menduga stok ikan dasar (demersal). Metoda ini dilakukan dengan prinsip menyapu area perikanan dengan menggunakan alat tangkap trawl.
3. Metode akustik, metoda ini digunakan untuk menduga ikan pelagis maupun demersal. Prinsip kerja metoda ini adalah menghitung potensi ikan dengan menggunakan alat yang dinamakan echosounder.
4. Metoda surplus production digunakan untuk menduga ikan dengan memanfaatkan data time series hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan di tempat pendaratan ikan.

Pengkajian stok ikan dengan menggunakan trawl dan echosounder tergolong sangat mahal karena pelaksanaan kegiatan tersebut harus menggunakan kapal riset khusus, sehingga jumlah dana yang harus dikeluarkan untuk mengcover seluruh perairan Indonesia sangatlah besar. Sementara itu, dana yang tersedia untuk melakukan survey jumlahnya relatif sangat sedikit.

Pendekatan Surplus Production relatif lebih murah dibandingkan metode lainnya. Kunci keberhasilan penggunaan metode ini adalah keakuratan sumber data yang digunakan. Ironisnya, data hasil tangkapan dan upaya penangkapan yang kita miliki sekarang kurang begitu akurat. Data sering dimanipulasi untuk berbagai kepentingan pejabat pemerintah, sehingga tidak jarang data yang dilaporkan tidak sinkron dan akurat.

Kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan baik dana maupun data, mengharuskan pengkajian stok ikan untuk mengambil jalan tengah dengan menggunakan asumsi atau pendekatan yang agak kasar dalam menghasilkan stok sumberdaya ikan. Kondisi- kondisi seperti itu tentunya mengurangi keakuratan pengkajian, sehingga dapat dimengerti kalau nilai dugaan tersebut sering dipertanyakan. Persoalan barangkali tidak berhenti sampai disitu, yang lebih utama adalah mempertanyakan apa dampak yang ditimbulkan jika terjadi kesalahan dalam pendugaan stok itu.

Dampak kesalahan pendugaan stok

Kecermatan dan ketepatan dalam menduga besarnya stok sumberdaya di laut merupakan salah satu kunci utama keberhasilan pengelolaan sumberdaya ikan. Kesalahan dalam menduga akan berakibat fatal terhadap sumberdaya yang ada. Kesalahan pendugaan yang melebihi stok yang ada (over estimate) akan mempercepat terkurasnya sumberdaya ikan. Hal ini terjadi jika ijin kapal penangkap ikan jauh melebihi kapasitas maksimum perikanan. Bila hal ini terjadi, maka sumberdaya ikan yang tersedia akan mengalami tekanan yang lebih besar, ikan yang belum berpijah akan banyak tertangkap, dan pada akhirnya mencapai penangkapan yang melebihi kapasitas maksimumnya (over fishing). Sebaliknya kesalahan pendugaan yang lebih kecil dari stok yang sesungguhnya (under estimate) juga akan menyebabkan kemubaziran, karena sumberdaya yang semestinya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia terbuang percuma di laut karena adanya mekanisme kematian alami (natural mortality). Suatu teori mengungkapkan bahwa jika suatu sumberdaya ikan tidak dimanfaatkan secara optimal maka akan menimbulkan dampak akan adanya kompetisi diantara individu populasi untuk memperebutkan makanan dan tempat hidup. Sebagai akibatnya kelompok ikan yang berumur lebih tua atau yang bersifat pemangsa (carnivore) mendominasi struktur komunitas yang ada. Bila kondisi ini berlangsung lama dan terus menerus maka akan mempunyai dampak :

1. Struktur piramida kelompok umur terbalik, dimana kelompok umur dewasa akan lebih banyak dibandingkan kelompok umur yang lebih muda. Dampak selanjutnya yang mungkin ditimbulkan oleh kondisi ini adalah ikan-ikan dewasa akan segera mati dan proses kelahiran (recruitment) lebih kecil dibandingkan kematian alami (natural mortality). Karena jumlah recruitment lebih kecil dari pada mortalitas, maka populasi tersebut mengalami pertumbuhan negatif, yang pada akhirnya akan menyebabkan stok sumberdaya ikan berkurang dan kalau dilakukan penangkapan dengan jumlah upaya yang sama secara terus menerus maka pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut akan melebihi kapasitas maksimumnya (over fishing).

2. Dampak yang kedua dari kesalahan under estimate adalah pergeseran struktur komunitas populasi yang hidup di perairan tersebut. Persaingan tempat dan makanan akan mendorong ikan-ikan pemangsa ikan lainnya (carnivore) yang tropik levelnya lebih tinggi untuk menguasai perairan tersebut. Ikan carnivore kelas tinggi akan memangsa ikan-ikan mangsanya secara terus- menerus baik yang sudah selesai berpijah atau belum. Bila jumlah ikan pemangsa semakin banyak, maka intensitas pemangsaan ikan mangsa akan semakin tinggi dan selanjutnya ikan mangsa akan habis. Sebagai akibat dari kondisi ini adalah hilangnya salah satu populasi jenis yang selama ini hidup secara bersama dengan populasi jenis lainnya. Bila salah satu rantai komunitas tersebut hilang maka kestabilan populasi yang selama ini terjadi akan berubah dan pada akhirnya akan menyebabkan perubahan komposisi rantai kehidupan yang akhirnya akan merubah struktur komunitas jenis yang hidup di perairan tersebut.

Langkah Perbaikan

Dampak yang mungkin ditimbulkan akibat kesalahan dalam pendugaan stok ikan ternyata sangat besar, agar hal tersebut tidak terjadi dalam pengelolaan perikanan Indonesia, maka DKP harus segera mengambil langkah perbaikan. Hal ini penting mengingat pendugaan stok sumberdaya ikan yang tepat dan akurat akan menjadi kunci keberhasilan pembangunan perikanan ke depan. Apa jadinya jika perencanan pembangunan perikanan ini didasarkan pada suatu data yang sangat lemah dan kurang dipercaya keakuratannya. Oleh sebab itu agar data dasar pengelolaan pembangunan perikanan itu akurat, beberapa langkah strategis sebaiknya dilakukan pemerintah.

a. Perbaikan jumlah dan sistem anggaran

Mengingat kegiatan pengkajian stok sumberdaya ikan sangat mahal dan memerlukan kesinambungan, maka pemerintah sejak sekarang perlu merencanakan dan pada akhirnya menganggarkan suatu dana yang cukup untuk kegiatan pengkajian stok ikan. Kegiatan tersebut harus terprogram, jelas dan berkesinambungan. Pada sisi yang lain, mengingat kegiatan survei (seperti pengkajian stok ikan) memerlukan data berkesinambungan, sudah semestinya jika kegiatan penelitian tidak dibatasi dengan tahun anggaran. Pengalaman mengatakan bahwa keterbatasan waktu karena keterlambatan turunnya dana dan berakhirnya suatu kegiatan mengharuskan pengelola kegiatan mengejar (hanya) laporan administrasi kegiatan saja. Kadangkala substansi dari kegiatan itu menjadi nomor dua. Sering juga terjadi “timing” penganggaran tidak tepat waktu, dana turun manakala moment penting suatu kegiatan sudah berakhir. Sungguh memprihatinkan ! Dengan adanya Gerbang Mina Bahari ini, pemerintah (DKP) perlu mempertimbangkan untuk membuat suatu terobosan sistem penganggaran yang lebih baik, karena ternyata dengan sistem penganggaran seperti sekarang banyak kegiatan khususnya pengkajian stok ikan tidak optimal.

b. Peningkatan kualitas SDM perikanan

Disamping pendanaan dan sistem penganggaran (yang melibatkan instansi lain), perbaikan di dalam tubuh DKP yang perlu dibenahi sehubungan dengan pengkajian stok ikan ini adalah perbaikan kualitas data perikanan. Hal ini dikarenakan banyaknya pengkajian stok yang didasarkan pada data sekunder tersebut. Kunci kualitas data terletak pada nilai datanya. Nilai data akan baik dan akurat apabila dikelola secara profesional. Oleh sebab itu petugas yang mengelola data perikanan harus diberikan pendidikan khusus dan jabatan fungsional yang layak. Mengapa demikian, karena pekerjaan mengolah data adalah pekerjaan yang relatif membutuhkan keterampilan khusus dan membutuhkan waktu yang panjang untuk menganalisanya.Pekerjaan memproduksi, mengolah dan menganalisis data bukan pekerjaan yang mudah sehingga DKP perlu memikirkan memberikan tunjangan gaji khusus untuk jabatan ini. Bagaimana kita bisa mengharapkan data yang akurat dan kontinu bila pendapatan yang diterima petugas tidak sebanding dengan pekerjaannya ?

c. Perbaikan sistem pendataan

Setelah SDM-nya ditata, maka langkah selanjutnya adalah melakukan perbaikan wadah SDM itu sendiri, yaitu sistemnya. Sistem pendataan yang ada sekarang, sebagian besar masih dilakukan secara manual. Disisi lain pendataan dilakukan dengan menggunakan formulir yang kadangkala tidak seragam antar daerah. Formulir isian dibuat menurut selera daerah masing-masing, sehingga penggabungan data antar daerah sering menemui kesulitan. Koordinasi antar lembaga dan daerah tentang pendataan ini juga masih sangat lemah. Berpijak pada kondisi ini DKP harus mulai memikirkan membentuk lembaga independent seperti JAFIC (Japan Fisheries Information Center) misalnya, yang secara khusus menangani data perikanan. Lembaga ini berfungsi untuk membuat metode, mengumpulkan, mengolah dan menyebarluaskan produk data perikanan kepada pengguna. Dengan adanya lembaga independent yang berstatus fungsional seperti ini diharapkan data ABS (asal bapak senang) yang sering kita keluhkan selama ini tidak akan terjadi lagi. Apabila lembaga khusus ini terbentuk diharapkan keakuratan data bisa diandalkan dan pada akhirnya data hasil olahan yang diperoleh mempunyai nilai yang sangat akurat dan dipercaya.

Semoga dengan beberapa langkah strategis tersebut kita mampu mengatasi kesenjangan penentuan stok sumberdaya ikan yang ada selama ini, dan pada akhirnya ketahanan pangan sektor perikanan dapat dipertahankan.

Selasa, 22 Januari 2008

ANALISA TENAGA PENGGERAK DAN PENDUKUNG STABILITAS PADA RANCANG BANGUN KAPAL PENGANGKUT IKAN KERAPU HIDUP

Waluyo, Rys Bambang S, Iskendar

Abstract
Interisland live fish transportation is using traditional ship which is equipped with tank, drum or plastic sack and also oxigeen to keep the live fish always in the best condition. Therefor in the interisland transportation of fisheries is required technology innovation for design of it with increasing the capacity, long live range and to prevent the live fish from mortality.The stability condition of the ship must be avoided or resisted due to the ship motions as rolling, pitching, yawing , heaving and combination of it, but also the ship must be good enough in maneuverability. The small scale prototype model of the ship had been tested in the Indonesian Hydrodynamic Laboratory BPPT at Surabaya. The role of the ship hidrodynamic laboratory is very important to solve this problem.

Kata kunci : Transportasi, ikan hidup, rolling, pitching, heaving.

SUMBER :
Prosiding Seminar Teknologi untuk Negeri 2003, Vol. III, hal. 24 - 29 /HUMAS-BPPT/ANY

PENDAHULUAN :

Indonesia merupakan negara kepulauan dan merupakan salah satu negara yang memiliki pantai terpanjang didunia. Dengan demikian laut dan pantainya secara alamiah mengandung potensi kekayaan laut yang dimanfaatkan oleh penduduk baik secara tradisionil maupun dengan menggunakan teknologi yang lebih maju, diantaranya dengan teknologi penangkapan dan budidaya.
Pada dekade akhir-akhir ini ikan hasil tangkapan ataupun hasil budidaya lebih cenderung dipasarkan dalam kondisi hidup, hal tersebut dikarenakan ikan dalam keadaan hidup mempunyai nilai jual yang lebih tinggi, terutama untuk pasaran luar negeri seperti Singapura, Hongkong, Jepang dan Amerika.
Sampai saat ini sistem transportasi pengangkutan ikan kerapu hidup masih menggunakan cara tradisional, yaitu dimasukkan ke tangki/drum dan kantong plastik yang diberi air dengan tambahan oksigen, kemudian pengirimannya menggunakan sarana transportasi darat, sedangkan dengan sarana transportasi udara digunakan kantong plastik.
Dalam dunia usaha perikanan seperti diuraikan diatas diperlukan teknologi transportasi untuk pengangkutan ikan hidup baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri yang dapat mengangkut dalam kapasitas besar dan waktu ketahanan hidup ikan yang lebih lama. Pengangkutan ikan hidup dengan menggunakan kapal khusus pengangkut ikan hidup disyaratkan harus dapat menjaga kondisi ikan selama dalam pelayarannya untuk menghindari jumlah kematian ikan yang disebabkan karena spesifik volume ruang muat, kekurangan oksigen, banyaknya kotoran diruang muat (kandungan amoniak dan nitrit), temperatur air, aliran air di ruang muat yang tidak terkontrol, lambungan (swaying) air yang terlalu besar, lama pelayaran dan stress. Dari pengalaman para operator kapal pengangkut ikan hidup bahwa tingkat kematian dalam pelayaran karena penyebab diatas cukup tinggi (>20%). Untuk mengantisipasi permasalah tersebut diperlukan kajian rancang bangun/disain kapal pengangkut ikan hidup yang secara teknis dan operasional dapat mengatasi masalah tersebut yaitu penentuan besarnya tenaga penggerak kapal agar dapat melakukan pelayaran dengan target waktu yang ditentukan dan unjuk kerja kapal saat menerima gelombang yaitu gerakan rolling, pitching dan yawing yang berhubungan dengan stabilitas kapal, juga kemampuan olah gerak/manouver kapal dengan baik dipelabuhan atau diwilayah budidaya sehingga pengangkutan ikan hidup khususnya kerapu dapat memberikan resiko kematian rendah atau tidak ada yang mati.

KESIMPULAN.

1). Hasil dari penyempurnaan preliminiary design, uji model pada laboratorium hidrodinamika, analisa numerik seakeeping dan manouvering maka didapatkan data teknis kapal pengangkut ikan kerapu hidup yang sesuai dengan kapasitas yang diminta adalah sbb :

o Panjang keseluruhan (Loa)= 24,70 m.
o Panjang antara garis tegak (Lpp) = 21,90 m.
o Lebar ditengah (B) = 4,90 m.
o Tinggi (H) = 2,23 m.
o Sarat Air (T) = 1,96 m.
o Displasemen = 156 tons.
o DWT = 117 tons
o Gross Tonnage (GT) = 70 GT
o Volume ruang muat ikan = 104 m³
o Kapasitas muat ikan hidup = 2,5 ton
o Kecepatan kapal = 9,5 knots.

2) Didapatkan tenaga efektif mesin kapal atau Effective Horse Power (EHP) 143 HP dan tenaga mesin atau Brake Horse Power (BHP) 260 HP

3) Kapal dapat dilayarkan dengan aman dan nyaman pada kondisi beafort 4 atau signifikan tinggi gelombang 1,7 m, dan apabila kapal berlayar pada kondisi beafort 5 dan 6, maka kapal harus mengubah heading, yaitu dengan menghindari wave heading pada kondisi beam seas (90ยบ).

4) Pada kondisi pitching dan heaving kapal mengalami response yang tidak berlebihan pada seluruh kondisi heading yang disimulasikan.

5) Hasil simulasi olah gerak pada tabel diatas sebagai dukungan dari rancang bangun kapal, sedang untuk kondisi kapal sebenarnya perlu diadakan uji olah gerak lagi.

taken from : iptek.net.id